Hari ini aku, San & JoSH naik bus dari Pasuruan ke arah Malang, hendak menuju Purwosari. Bus penuh sesak. Tidak ada tempat duduk satu pun.San menggendong JoSH, sedangkan aku meletakkan ransel berat itu di lantai, bersandar pada tepi sandaran kursi sambil menjaga keseimbangan, berjaga-jaga jika rem itu dinjak sopir tiba-tiba.
Kondektur berteriak, "Masuk ke tengah, di tengah sebentar lagi banyak yang mau turun".
Kami pun bergerak dengan susah payah ke tengah melewati space yang sempit, meminta maaf kepada penumpang lain yang sedang berdiri atau duduk ketika kami melewati mereka.
Menit demi menit pun berlalu. Seorang Bapak sepertinya hendak turun, Kondektur berteriak kepada seorang wanita yang berdiri di depan kami, menyuruhnya duduk. "Sebentar lagi ada yang turun, tunggu ya." katanya kepada San.
Tak kunjung ada yang turun. Untung JoSH tidak rewel pagi itu. Dia sepertinya menikmati suasana di bus yang berbeda dengan bus yang biasa dia tumpangi di Busan. Dia melihat sekeliling, ke bawah dan ke atas. Tangannya mencoba meraih besi pegangan tangan di langit-langit bus.
Aku melihat sekeliling. Penumpang bus beragam usia, pria, wanita dan anak-anak. Di sebelah kanan San duduk ibu-ibu berpakaian rapi. Di sebelah kirinya sepertinya pemuda yang membawa ransel berisi laptop dan seorang bapak yang sibuk menelepon. Di sebalah kiriku, ada seorang ibu yang menaruh kepalanya ke kursi di depannya, sepertinya sedang pusing. Mataku bergerak ke arah kanan melihat seorang bapak tua yang sepertinya asyik sekali memainkan game di telepon genggamnya.
Dalam hati aku mencoba menebak-nebak. Adakah dari sekian banyak orang ini yang tergerak hatinya untuk menawarkan tempat duduk mereka untuk San yang sedang menggendong JoSH?
Apakah mereka mau berdiri dan memberikan tempat duduk mereka untuk San dan JoSH?
JoSH mulai gelisah. Dia menunjuk2 kursi dan mengatakan 'dudu' berkali-kali. Maksudnya, dia ingin duduk.
Seorang ibu di sebelah kanan San, yang sedari tadi mengamati JoSH menawarkan untuk memangkunya, namun JoSH diam saja ketika San menanyakan apakah dia mau atau tidak. Sepertinya dia tidak mau dipangku oleh orang yang belum dia kenal.
Kami pun tetap berdiri. Aku melihat sekeliling untuk membunuh bosan. JoSH mulai merasa bosan. Dia memintaku menggendongnya. Aku pun mengambil kuda-kuda untuk berdiri lebih kuat dan menggendongnya. Dia mengantuk. Kulihat sekeliling sambil terus menebak-nebak akankan ada orang yang menawarkan kursinya, kali ini untuk aku dan JoSH?
Suasanan masih tetap sama. Kulihat bapak tua itu sudah berhenti bermain game dan memutar lagu Koes Plus dari telepon genggamnya.
Tiba-tiba dia berdiri. Dipersilahkannya aku duduk. San bertanya apakah dia hendak turun. Dia bilang, "Tidak. Karena bawa anak." Maksud dia, karena aku menggendong anak, lebih baik aku yang duduk dan dia rela berdiri. Ternyata dia akan berhenti di Malang. Dia mengambil resiko untuk bisa saja berdiri lama, jika tidak ada orang yang turun. Dia rela memberikan kursinya buatku. San mengatakan bahwa kami sebentar lagi akan turun, dan bapak itu bisa kembali lagi duduk tidak lama lagi.
Terharu. Bapak tua itu di luar tebakanku. Aku menebak si pemuda dengan tas laptop itu yang berdiri. Atau salah satu dari Ibu-ibu itu yang bakal tergerak hatinya. Karena kupikir sebagai ibu-ibu dia pasti tahu bagaimana anak-anak merasa tidak nyaman jika terus-menerus digendong di dalam bus yang sesak. Ternyata bapak tua yang tidak masuk hitunganku ini yang merelakan haknya untuk aku.
Terima kasih untuk Bapak dan kebaikan hati Bapak! :)