Monday, December 20, 2010

Joshua is My Teacher

This is a post by San on his Facebook. I want to treasure it here, too. It was written in Indonesian and I think I will spend a lot of time to translate it. Perhaps, for those who wants to read this you can use Google Translation. ^^

Malam ini saya belajar tentang Christian Education dari seorang bayi. Dia adalah anak saya sendiri. Namanya Joshua Songmin Haniel Liem dimana umurnya tepat 100 hari pada hari ini. Mulanya saya selalu mengira bahwa dia adalah murid saya. Ternyata anggapan itu tidak sepenuhnya benar, karena sebenarnya dia adalah sekaligus guru saya.

Begini ceritanya:

Setiap hari saya bertugas memandikan Joshua sekitar pukul 10.30 malam, tepat sebelum minum susu terakhir tiap harinya sebelum tidur malam. Pada malam itu saya enggan beranjak memandikan dia tepat waktu karena lebih memilih untuk menonton sepak bola hingga akhir pertandingan sekitar pukul 11.10. Seperti biasa saya menyiapkan air hangat untuknya, sambil mempersiapkan peralatan yang lain. Waktu itu dia masih terlelap. Ketika air hangat sudah hampir siap, saya mencoba membangunkannya. Dia tidak mau bangun. Saya mulai memaksa dia untuk segera bangun. Dia menangis, dan saya kemudian tahu bahwa tangisan itu adalah reaksi marah dia. Ketika saya makin keras membujuk dia untuk mandi dan dia tetap tidak mau, saya mengira dia sedang melawan dan tidak patuh terhadap saya sebagai orang tua-nya.

Berikut kira-kira dialog diantara kami sekeluarga:

Saya : Haniel, ayo mandi! Sekarang waktunya mandi, sebelum minum susu.
Haniel : oek oek hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh wuahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
Saya : Haniel, ayo jangan nangis, sekarang waktu mandi, air hangat sudah siap.
(Haniel tetap menangis dan mengerang)

Dita : Haniel betul, karena sekarang sudah lewat jamnya mandi, dan wajar kalau dia marah. Kamu menunda untuk memandikan dia karena bola kan?
Saya : Kamu kok tidak mendukung aku sih, kita kan sudah janjian kalau salah satu dari kita berbuat salah kepada anak kita, maka janganlah kita saling menyalahkan di depan dia. Biarlah pihak yang jika memang terbukti bersalah mengakuinya sendiri di waktu yang kemudian.
Dita : Lalu kapan kita mengakui kesalahan kita?
Saya : Ya besok, atau beberapa hari kemudian ketika permasalahan ini sudah reda.
(Dita tetap tidak bisa menerima sambil tetap melontarkan pertanyaan di atas)

1 menit kemudian......

Saya mencoba mengganti nada suara saya. Saya tidak lagi diliputi rasa marah saya karena saya merasa dilecehkan isteri di depan anak sendiri ketika anak saya seakan menentang saya ketika memintanya untuk saya mandikan.

Saya : Haniel, papa minta maaf, papa yang salah.
Haniel : (tersenyum)

Saya : Papa sebenarnya tahu kalau sekarang bukan jamnya mandi. Tadi papa terlalu asyik menonton bola hingga selesai tanpa mempedulikan jam mandi kamu. Tapi sekarang kamu tetap harus mandi, karena badan kamu bau. Mau mandi ya? (Saya berusaha membujuknya lagi dengan lebih lembut dan rendah hati)

Haniel : (lagi-lagi tersenyum)

Saya : Terimakasih ya Haniel. Kamu mau memaafkan papa kan? Ayo kita mandi ya, sehabis itu kamu akan minum susu, lalu tidur.

Sungguh mengherankan. Sungguh ajaib. Saya terkesima, saya takjub. Saya diliputi dengan rasa malu, sekaligus senang karena saya telah belajar satu hal untuk rendah hati, mengakui kesalahan saya dan ‘lulus ujian’ dari anak saya sendiri. Saya berterimakasih kepada Tuhan, karena dengan Roh Kudus-Nya, saya disadarkan akan keegoisan saya melalui seorang anak kecil. Meskipun anak kecil belum bisa berkomunikasi dengan sebuah bahasa, mereka sudah mengerti bahasa kasih dari suara, mimik wajah, dan bahasa tubuh orang dewasa.

Sebenarnya saya telah belajar teori tentang perkembangan seorang anak. Seorang anak kecil paling suka akan rutinitas, dan dia akan mengingat waktu-waktu kapan dia akan minum susu, mandi, bermain, dan lain sebagainya. Meskipun dia belum belajar tentang jam, dia dapat mengenal pola dari rutinitas sehari-hari, bahkan dia tahu kalau pola-nya sedang kita ubah menuju pola yang baru misalnya.


Hari ini saya mendapatkan pendalaman akan teori tersebut dari Tuhan melalui seorang bayi. Terimakakasih Tuhan untuk anugerahMu malam ini. Saya mengasihiMu dan mau terus belajar mengasihi anakMu yang Kau percayakan kepada kami.







Prof. Joshua Songmin Liem

No comments:

Post a Comment